Minggu, 24 Oktober 2010

Penduduk, Masyarakat, dan Kebudayaan

Konflik Indonesia-Malaysia - Mahasiswa Malaysia di Medan Tingkatkan Kehati-hatian

Sejumlah mahasiswa Malaysia yang sedang kuliah di Universitas Sumatera Utara (USU) mengaku perlu tingkatkan kehati-hatian pascaprotes yang dilakukan Indonesia terhadap negaranya, Malaysia terkait konflik yang sedang terjadi saat ini.

Sanjana, mahasiswi semester VII Fakultas Kedokteran USU kepada Global di kampus USU, Padang Bulan Medan, Kamis (3/9) mengatakan, dia dan beberapa rekannya asal Malaysia berupaya bersikap biasa saja dengan sesama teman di kampus. Namun beda dengan di sekitar tempat tinggal mereka, lebih banyak berdiam diri di dalam rumah dan tidak keluar lagi usai pulang kuliah.
Mereka sadar dengan adanya ketegangan antara kedua negara ini masih menjadi perbincangan hangat, termasuk di Medan yang berlanjut dengan pembakaran bendera Malaysia di depan kantor Konsulat Jenderal Malaysia Jalan Diponegoro Medan. Namun menurut Sanjana, ternyata ketegangan itu tidak berimbas kepada mahasiswa Malaysia lainnya yang sedang berkuliah di USU.
Para mahasiswa Malaysia yang sedang belajar itu mengaku berusaha untuk tidak mau ikut campur dengan masalah yang sedang dihadapi dua negara ini.
"Kami di sini tidak merasa khawatir ataupun resah dengan konflik yang sedang terjadi saat ini. Terbukti hingga kini tidak ada menerima perlakuan beda dengan sesama teman di kampus, apalagi dosen tidak ada pengarahan untuk berupaya menenangkan kami. Semuanya biasa saja, sama seperti sebelum adanya protes. Kami berharap keadaan akan damai lagi secepatnya," ujar Sanjana.
Ungkapan Sanjana ini diaminkan Longa rekannya yang juga asal Malaysia semester VII dan Rawina, mahasiswi semester I FK USU. Ketiga mahasiswi dari etnis India ini mengatakan tidak terpengaruh baik di kampus maupun di tempat mereka tinggal di sekitar Pasar Peringgan dan Jalan Mongonsidi Medan.



Biaya Kuliah Lebih Murah
Ketika disinggung alasan mereka memilih kuliah di Medan-Indonesia, mereka mengaku kuliah di FK USU selain biayanya lebih murah dibanding negara asal Malaysia, juga penggunaan bahasanya tidak berbeda jauh.
Berdasarkan data mahasiswa Malaysia yang kuliah di USU tercatat lebih kurang 1.200-an orang dengan program studi pilihan terbanyak Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran Gigi dan sisanya Farmasi atau keperawatan.
Jumlah mahasiswa Malaysia di USU setiap tahunnya mengalami kenaikan. Pada tahun 98-08 total sebanyak 901 orang. Jumlah ini meningkat lagi tahun 09 sekitar 1.200-an.
Menurut Rektor USU Prof Chairuddin P Lubis DTM&H Sp.A(K), konflik tersebut menjadi seperti sebuah dilema buat USU. Sebab mahasiswa Malaysia yang ada saat ini sekira 1200 orang dan itu tidak perlu menganggu proses perkuliahan.
"Mereka di sini juga untuk belajar bukan untuk hal yang lain. Di samping itu, dosen kita juga ada sekitar 300-an di luar negeri untuk studi lagi, sebagian besar ada di Malaysia," ujar Chairuddin.
Chairuddin menjelaskan, hal itu menjadi dilema, karena jika mahasiswa Malaysia ditolak di USU, maka nasib dosen-dosen yang ada di Malaysia akan terancam juga.
"Dosen kita yang di sana cukup banyak, ada ratusan. Dari 300-an yang studi di luar negeri memang ada di Jepang dan negara lain, tapi terbanyak di Malaysia. Jadi kami harapkan mereka bisa belajar dengan baik, tidak terganggu kasus ini," jelasnya.
Sedangkan Prof Syawal Gultom, Rektor Unimed mengatakan secara kuantitas mahasiswa Malaysia yang belajar di Unimed selama dua tahun terakhir mengalami penurunan drastic, diperkirakan sekitar 20-an mahasiswa yang tersebar di Fakultas Ilmu Pendidikan, FMIPA, juga beberapa orang di fakultas lain.
"Mereka belajar seperti proses awal masuk ke Unimed. Kami memang belum ada pembicaraan soal melarang mahasiswa Malaysia ini. Karena jumlahnya juga terus menurun tiap tahun sejak tahun 2008," jelasnya.


Disikapi Bijaksana
Adanya protes Indonesia terhadap Malaysia menurut kacamata psikolog perlu disikapi bijaksana dan tidak emosional. Di sini perlu kehati-hatian karena bukan saja melibatkan hubungan antar kedua Negara, tapi juga kualitas sumber daya manusia yang sedang menjalani perkuliahan.
Guru besar USU, Prof Dr Irmawati, psikolog ini menyadari betul tentang kondisi mahasiswa Malaysia di USU yang dinilainya perlu mendapatkan perhatian guna menghadapi persoalan perbedaan budaya yang dihadapi, baik di tempat kuliah maupun lingkungan di sekitarnya.
Menurutnya, mahasiswa Malaysia yang kuliah di Medan masih mengalami beberapa masalah adaptasi dengan perbedaan budaya yang ada di tempatnya mencari ilmu saat ini.
Berdasarkan penelitian Program Orientasi Berbasis Psikologi Budaya (POBPB) yang dilakukan mahasiswa psikologi terhadap 78 mahasiswa asal Malaysia dinyatakan mereka berada dalam kategori Culture Shock (CS) sedang.
"Pengembangan penelitian POBPB tersebut dilakukan guna mengetahui CS para mahasiswa Malaysia tersebut," ujar Irmawati yang juga Pembantu Dekan 1 Fakultas Psikologi USU.
Dijelaskannya, CS adalah reaksi yang dialami seseorang terhadap situasi yang diikuti rasa cemas dan stres. Hal ini pada umumnya terjadi pada orang yang mendapatkan suasana yang baru. Namun masih banyak di antara mereka mengalami beberapa masalah adaptasi seperti merasa diperlakukan berbeda dalam berinteraksi dengan penduduk lokal, tidak menguasai bahasa Indonesia dengan baik, dan masih kurang nyaman dengan perbedaan budaya yang ada.
Untuk itu pemerintah RI hendaknya lebih rasional dalam menyikapi permasalahan yang sedang terjadi saat ini. Jangan karena perselisihan ataupun mungkin karena mis-komunikasi, sehingga bisa mempengaruhi pendidikan SDM yang sedang kuliah baik di Indonesia maupun di Malaysia.



Tak Perlu Emosional
Secara terpisah ekonom Sumatera Utara Drs Jhon Tabu Ritonga MEc menyebutkan, Indonesia tidak perlu terlalu emosional menyikapi tarian Pendet dan penghinaan terhadap lagu Indonesia Raya maupun yang terakhir ini tentang pulau Jemur.
Baginya, sikap Malaysia itu justru secara tidak langsung mempromosikan budaya dan tempat pariwisata, sebab Malaysia tidak ada menyatakan tarian Pendet maupun Pulau Jemur miliknya.
Menurut Dekan Fakultas Ekonomi USU ini, Malaysia ingin menjadi "Miniatur Asia" bahwa di negaranya juga ada budaya Bali, Pendet maupun pulau Jemur. Jadi bagi wisatawan bisa melihat kedua hal tersebut di negaranya, tidak mesti di Indonesia.
"Indonesia tinggal selangkah lagi. Sekarang bagaimana kita memperkenalkan budaya dan tempat-tempat pariwisata yang sudah dipromosikan Malaysia itu kepada wisatawan dunia. Sebab, budaya ataupun tempat pariwisata itu sebenarnya berada di Indonesia," ujar Ritonga.
Masyarakat Indonesia perlu rasional bahwa Indonesia jauh lebih besar dari Malaysia, Singapura, Philipina maupun Thailand. Menurut ekonom Sumut ini dari 240 juta warga Indonesia, 20 persen atau 48 juta adalah orang kaya, sedangkan Malaysia 30 juta dan Singapura 4,5juta orang kaya.
"Malaysia tahu betul bagaiamana besarnya Indonesia yang diprediksikan tahun '30-an menjadi negara 5 atau 6 besar dunia. Seharusnya kita bangga negara tersebut 'merapat' untuk mendapatkan resfek dari dunia," kata Ritonga.

sumber : http://www.harian-global.com/index.php?option=com_content&view=article&id=16949:konflik-indonesia-malaysia-mahasiswa-malaysia-di-medan-tingkatkan-kehati-hatian&catid=56:edukasi&Itemid=63